Oleh : Hidayatul Mabrur
Berwisata merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari hajat kebutuhan manusia, walau hanya menempati sebagai kebutuhan sekunder (haajiyyah takmiliyah), namun kebutuhan ini memiliki daya interest tersendiri sebagai sarana manusia untuk melabuhkan kejenuhannya dalam menjalani kehidupan. Di Jepang, orang yang melancong keluar negeri berjumlah 13.300.000 orang pertahun, itu artinya 1 dari 10 orang orang jepang sudah pernah melakukan perjalanan luar negeri. Sekali mereka melakukan perjalanan wisata rata-rata menghabiskan uang sebesar 271.000 yen per orang dan membelanjakan uang rata-rata 55,000 yen per orang . Sejak tahun 1980-an, orang Amerika telah mengeluarkan biaya lebih dari $ 200 juta per tahun untuk berekreasi. Tendensi ini cukuplah kiranya untuk mengatakan bahwa kegiatan berwisata adalah aspek yang semakin diminati dan menjadi kebutuhan manusia dewasa ini.
Indonesia adalah setapak tanah syurga yang jatuh ke bumi, membentang dari sabang sampai marauke, dari Miangas hingga pulau Rote. Berjajar indah menghias cakrawala hingga berjuluk zamrud khatulistiwa. Indah dan kaya alamnya, subur tanahnya, dan begitu banyak kandungan berharga dikerak buminya . Kekayaan alam yang terkandung di bumi Indonesia menjadi modal paling utama rakyat untuk mengais rizki di dalamnya. Dengan segenap potensi alam dan kekayaan budaya yang ia miliki, cukup menjadikan alasan bagi grup band Koes Plus untuk mengatakan “Indonesia sebagai tanah syurga”. Maka tak heran jika sejarah pahit telah membuktikan pada pra kemerdekaan dahulu, bahwa sejumlah negeri seberang terpesona untuk ikut serta mengais harta di bumi Nusantara. Portugis, Inggris, Belanda, dan Jepang berturut-turut mengusung kekayaan Indonesia demi menambal kekurangan negara mereka.
Dari sisi keragaman budaya (Tanawwu’u Tsaqofah), Negara yang terdiri dari 33 provinsi ini mempunyai potret kebudayaan yang lengkap dan bervariasi. Mulai dari dialek bahasa, sastra, tari, musik, lagu-lagu daerah hingga keragaman etnik, suku, ras dan agama yang semua berjalan dengan seimbang dan berdampingan. Didasari pula dengan jumlah kelompok sukubangsa kurang lebih 700-an suku bangsa di seluruh nusantara, dengan berbagai tipologi kelompok masyarakat yang beragam, serta keragaman agamanya, masyarakat Indonesia dinilai mampu mempertahankan kemajemukan masyarakatnya yang dibungkus dengan nilai-nilai demokrasi, mengemban falsafah “ke-bhenikaan” dan muatan multikultural. itu semua semakin membuat dunia terkagum atas keberagaman yang mampu berjalan selaras di Negara mayoritas muslim ini.
Namun sayangnya, mengapa dengan segenap kekayaan potensi tersebut kita belum mampu mengantarkan Indonesia sebagai negara yang menjadi salah satu tujuan favorit pariwisata?, kalimat “mujarab” seperti Visit Indonesia 2010, Indonesia Wonderful 2011 yang sering dikampanyekan oleh pemerintah seutuhnya belum mampu memberikan kepercayaan kepada wisatawan asing untuk menjadikan Indonesia sebagai tujuan favorit berwisata. Indonesia masih jauh tertinggal dengan negara-negara tetangganya seperti Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand dan lainnya. Singapura saja misalnya, yang secara geografis jauh lebih sempit dibandingkan Indonesia, jumlah wisatawan asingnya (Singapura) sudah mencapai jumlah 11,6 juta orang pada tahun 2010.
Malaysia negara yang secara geografis hanya menempati sebagian kecil dari pulau Indonesia (Kalimantan) namun jumlah wisatawannya sudah mencapai 24 juta orang pada tahun 2009 . Sedangkan Indonesia pada baru hanya menargetkan 7 juta wisatawan asing pada tahun 2011 ini. Mirisnya lagi, warga Indonesia menjadi penyumbang wisatawan nomor 1 terbanyak yang mengunjungi Negara Singapura, mengalahkan China, Australia, Malaysia dan India. Begitupula di Malaysia, warga Indonesia juga ternyata masih menjadi penyumbang utama kedua untuk berkunjung wisata ke Malaysia pada tahun 2010 lalu.
Ini menunjukkan bahwa wisatawan lokal belum menaruh kepercayaan seutuhnya kepada bangsa yang dijuluki “tanah syurga” ini. apalagi wisatwan asing.! Maka paling tidak, secara internal kita harus banyak berbenah, memperbaiki berbagai aspek penunjang per-pariwisata-an disegala lini, baik secara infrastrutur maupun upaya pencitraan. Menurut penulis banyak aspek yang tentunya harus terus dievaluasi jika kita mendambakan negri ini menjadi negri incaran turis sebagai tempat berwisata. Salah satunya adalah model pelayaan informasi berbasis multi bahasa. Berangkat dari kegelisahan ini, penulis merasa terpanggil untuk mencoba menwarkan konsep sederhana. Sebagai salah satu peluang yang penulis coba tawarkan dalam essay ini adalah dengan menjadikan bahasa arab sebagai bahasa layanan khususnya bagi wisatawan mancanegara yang berasal dari negara-negara Timur. Pertanyaan kemudian adalah, mengapa harus negara-negara Timur dan berbahasa Arab?. Mari bersama-sama kita analisa.
Peluang :
1. Selama ini, Indonesia masih menempati jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Data terakhir menunjukkan Indonesia memiliki 182,570,000 penduduk muslim atau sekitar 88% dari seluruh penduduknya yang berjumlah 237 juta orang (Badan Pusat Statistik ; 2010). Dengan landasan ini, tentunya memberikan kesan tersendiri terhadap calon wisatawan, tentang dinamika ke-Islaman yang berkembang di Indonesia hingga mengapa bisa menjadi jumlah pemeluk Muslim terbanyak di jagad raya ini?. Ini merupakan modal utama yang sebenarnya sudah kita miliki jauh-jauh hari.
2. Proses penyebaran Islam yang dilakukan di Indonesia pada awal ke-7 atau 14 Masehi menurut penulis sangatlah “unik”. Khususnya yang dilakukan para pendakwah seperti Wali Songo pada saat itu yang mencoba menerapkan metode perpaduan antara agama dan budaya seperti adanya budaya wayangan, tahlilan, skatenan dan lain sebagainya. Bagi penulis, hal ini memiliki nilai jual (qimah) tersendiri, dan tentunya menjadi minat yang tinggi untuk diketahui khalayak publik, apalagi bagi warga nagara-negara timur yang notabene mayoritas beragama Islam. Menurut data yang penulis temukan sebagian besar orang yang tinggal di Timur Tengah dan Afrika Utara. Menggunakan bahasa arab sebagai bahasa resmi dengan jumlah kurang-lebih 25 negara.
3. Di Indonesia, saat ini masih banyak sekali bukti-bukti nyata tentang peningagalan-peninggalan keagamaan, seperti masjid-masjid, candi, makam dan segenap peniggalan-peniggalan warian lainnya yang semua itu menurut penulis belum terpublikasi dengan baik. Akses informasinya-pun masih sangat terbatas dan begitu men-general. Entahlah, Pemerintah lebih merasa nyaman dan percaya diri untuk menggunakan layanan informasi berbahasa Inggris, seperti slogan “Visit Indonesia 2010”, “Wonderful Indonesia 2011” dan lain sebagainya. Ini bukan berarti penulis anti atau sentimen terhadap bahasa Inggris. Namun kita jangan salah kaprah, bahwa sebenarnya kita jauh lebih berpotensi untuk menawarkan wisata khasanah keagamaan, yang itu jauh lebih prospek melihat kondisi dan serangkain peniggalan sejarah di Negara kita ini.
4. Belum adanya di Negara mayoritas penduduknya muslim manapun yang berhasil menerapkan konsep perpaduan antara keberagaman agama dengan sistem demokrasi. Maka penulis yakin, ini bisa dijadikan contoh model kehidupan bernegara yang menjunjung nilai-nilai toleransi (tasamuh). Kondisi seperti ini sangat langkah ditemukan di Negara-negara timur yang kebanyakan justru menggunakan bentuk kerajaannya/monarki sebagai sistem negaranya. Seperti Arab Saudi, Yaman, Yordania dan lain sebagainya.
Solusi
Ada beberapa agenda penting yang sekaligus penulis berharap semoga bisa menjadi solusi dalam tulisan ini. Pertama, dengan mengandalkan beberapa aspek kekayaan alam dan dilatarbelakangi berbagai faktor seperti penulis paparkan diatas, sudah saatnya pariwisata Indonesia terbuka untuk menyajikan layanan wisata religius seperti apa yang telah dilakukan mesir dengan Pyramidnya. India dengan Tajmahalnya, Italia (Roma) dengan vatikannya.
Kemudian yang kedua, dengan disain bahasa Arab sebagai bahasa layanan informasi. Bahasa arab dengan penutur lebih dari 280 juta orang dan 25 negara yang menjadikannya sebagai bahasa resmi dimasing-masing Negara Timur, seitdaknya ini peluang besar yang harus kita eksekusi. Maka dari itu, beberapa hal konkrit juga yang menurut hemat penulis harus segera kita mulai seperti :
1. Pembuatan Web formal pariwisata Indonesia dengan berbahasa arab, ini bisa digagas pemerintah melalui MenBudPar RI dengan menyajikan layanan informasi dan desain web yang menarik tentunya menggunakan bahasa Arab formal sebagai bahasa pengantar. Tentunya tidak hanya menggunakan layanan translit, tapi model web ini desain formatnya lebih disesuaikan dengan format-format ketimuran. upaya ini sangat potensial, kerena internet sebagai sumber informasi bukanlah lagi sebagai layanan yang asing bagi kebanyakan orang dewasa ini.
2. Pembuatan vidio kampanye pariwisata Indonesia yang meliputi destinasi wisata alam, budaya, sejarah dan religius. Dengan menggunakan bahasa pengantar bahasa Arab, ini juga merupakan peluang baik yang perlu dikemas dengan rapi.
3. Buku panduan pariwisata berbahasa arab, yang meliputi didalamnya serangkaian paket pariwisata religius yang memukau. Ini bisa disosialisasikan dan dilaksanakan oleh biro-biro pelayanan pariwisata yang tentunya terus dikontrol perkembangannya oleh pemerintah.
4. Membuat slogan pariwisata berbahasa arab, kata “Visit Indonesia”, “Wonderful Indonesia” mari mulai kita terjemahkan kedalam bahasa Arab. Atau mencoba menyajikan selogan baru dengan model bahasa yang lebih komnikatif dan persuasif. Upaya ini tampaknya remeh, tapi secara emosional, sebenarnya kata-kata ini adalah “megical word”, yang akan berimbas besar serta menunjukkan keseriusan dan antusias kita dalam menyajikan layanan wisata.
5. Hendaknya pemerintah melalui MenBudPar RI terus berbenah, menambal segala lini yang masih perlu ditambal, mendesain program ini secara serius dan kotinyu. Melibatkan seluruh lapisan masyarakat dalam upaya realisasi program dalam jangaka dekat.
Terakhir, sekiranya wacana ini bisa kita implementasikan dengan baik, paling tidak masyarakat kita bisa sedikit tersenyum. Walau hidup dalam keadaaan perut yang lapar, tetapi setidaknya negrinya masih ramai dikunjunigi oleh orang lain. Ingat, Itu kepuasan yang tak terbayar Pak.! Yuk, ramai-ramai kita tawarkan eksotisme pariwisata Ibu Pertiwi dengan sentuhan bahasa Arab. Wallohu A’alam.