Hidayatul Mabrur
“Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”
(Ki Hajar Dewantara)
Dalam prespektif perubahan sosial, guru yang baik tidak hanya dituntut untuk piawai dalam mensukseskan proses pembelajaran di kelas, akan tetapi beberapa dimensi skill lain yang juga patut ia kuasai, sebagaimana yang menjadi acuan dalam standarisasi keompetensi guru bahwa seorang guru juga harus mempunyai tanggungjawab terhadap kemaslahatan sosial ataupun yang disebut kompetensi sosial (Social competence). Dengan kata lain, guru juga dituntut untuk pandai dalam mambaca realita kehidupan sosial serta ikut andil dalam mengentaskan berbagai peristiwa yang terjadi pada masyarakat. Hal tersebut sesuai pula dengan kedudukan mereka sebagai agent of change yang berperan sebagai inovator, motivator dan fasilitator terhadap kemajuan serta pembaharuan.
Namun Sayangnya, tidak disemua lapisan mengamini akan hal yang demikian, karena peranan guru dalam masyarakat tergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru dan status sosialnya di masing-masing kondisi masyarakat. Kedudukan sosial guru berbeda di satu negara dengan negara lain dan dari satu zaman ke zaman lain pula. Di negara-negara maju biasanya guru di tempatkan pada posisi sosial yang tinggi atas peranan-peranannya yang penting dalam proses mencerdaskan bangsa. Namun keadaan ini akan jarang kita temui di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Sebenarnya peranan itu juga tidak terlepas dari kualitas pribadi guru yang bersangkutan serta kompetensi mereka dalam bekerja. Pada masyarakat yang paling menghargai guru pun akan sangat sulit untuk berperan banyak dan mendapatkan kedudukan sosial yang tinggi jika seorang guru tidak memiliki kecakapan dan kompetensi di bidangnya. Ia akan tersisih dari persaingan dengan guru-guru lainnya. Apalagi guru-guru yang tidak bisa memberikan keteladanan bagi para muridnya, sudah barang tentu ia justru menjadi bahan pembicaraan orang banyak. Jika dihadapan para muridnya seorang guru harus bisa menjadi teladan, ia pun dituntut hal yang sama di dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
Epilog yang dapat kita simpulan dari artikel sederhana ini adalah, bahwa partisipasi guru dalam permberdayaan maupun pengembagan sosial dilapisan masyarakat sangat dinantikan. karena selama ini banyak diantara kita yang sepakat untuk mengatakan bahwa guru hanya sebagai perangkat yang berperan diruang kelas semata, namun setelah profesinya mengajar dilembaga-lembaga formal tanggungjawab akan hal lingkungannya dinafikan, mindset inilah yang harus segera kita cabut dalam prespektif masyarakat kita. Aggapan bahwa guru adalah sebagai inovator, motivator dan fasilitator terhadap kemajuan serta pembaharuan harus segera ditumbuhkan. Sudah waktunya guru mendapatkan status yang nyaman dikalangan masyarakat sehingga sense of confidence akan segera bersemi dibenak mereka. Hal ini tentunya juga dibarengi dengan peningkatan kualitas dari masing-masing guru, sehingga standarisasi kompetensi guru sebagai elemen yang dipercayai untuk meningkatan lapisan sosial dapat direalisasikan. Apabila hal ini dapat terpenuhi, tentunya akan berimplikasi positif pula pada perkembangan bangsa. Amin.
“Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”
(Ki Hajar Dewantara)
Dalam prespektif perubahan sosial, guru yang baik tidak hanya dituntut untuk piawai dalam mensukseskan proses pembelajaran di kelas, akan tetapi beberapa dimensi skill lain yang juga patut ia kuasai, sebagaimana yang menjadi acuan dalam standarisasi keompetensi guru bahwa seorang guru juga harus mempunyai tanggungjawab terhadap kemaslahatan sosial ataupun yang disebut kompetensi sosial (Social competence). Dengan kata lain, guru juga dituntut untuk pandai dalam mambaca realita kehidupan sosial serta ikut andil dalam mengentaskan berbagai peristiwa yang terjadi pada masyarakat. Hal tersebut sesuai pula dengan kedudukan mereka sebagai agent of change yang berperan sebagai inovator, motivator dan fasilitator terhadap kemajuan serta pembaharuan.
Namun Sayangnya, tidak disemua lapisan mengamini akan hal yang demikian, karena peranan guru dalam masyarakat tergantung pada gambaran masyarakat tentang kedudukan guru dan status sosialnya di masing-masing kondisi masyarakat. Kedudukan sosial guru berbeda di satu negara dengan negara lain dan dari satu zaman ke zaman lain pula. Di negara-negara maju biasanya guru di tempatkan pada posisi sosial yang tinggi atas peranan-peranannya yang penting dalam proses mencerdaskan bangsa. Namun keadaan ini akan jarang kita temui di negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Sebenarnya peranan itu juga tidak terlepas dari kualitas pribadi guru yang bersangkutan serta kompetensi mereka dalam bekerja. Pada masyarakat yang paling menghargai guru pun akan sangat sulit untuk berperan banyak dan mendapatkan kedudukan sosial yang tinggi jika seorang guru tidak memiliki kecakapan dan kompetensi di bidangnya. Ia akan tersisih dari persaingan dengan guru-guru lainnya. Apalagi guru-guru yang tidak bisa memberikan keteladanan bagi para muridnya, sudah barang tentu ia justru menjadi bahan pembicaraan orang banyak. Jika dihadapan para muridnya seorang guru harus bisa menjadi teladan, ia pun dituntut hal yang sama di dalam berinteraksi dengan masyarakat sekitar.
Dalam masyarakat, guru adalah sebagai pemimpin yang menjadi panutan atau teladan serta contoh (reference) bagi masyarakat sekitar. Mereka adalah pemegang norma dan nilai-nilai (right value) yang harus dijaga dan dilaksanakan. Ini dapat kita lihat bahwa betapa ucapan guru dalam masyarakat sangat berpengaruh terhadap orang lain. Pabak pendidikan Ki Hajar Dewantoro menggambarkan peran guru sebagai Stake Holder atau tokoh panutan dengan ungkapan-ungkapan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Di sini tampak jelas bahwa guru memang sebagai “pemeran aktif”, dalam keseluruhan aktivitas masyarakat sercara tegas. Tentunya para guru harus bisa memposisikandirinya sebagai agen yang benar-benar membangun, sebagai pelaku propaganda yang bijak dan menuju ke arah yang positif bagi perkembangan masyarakat.
Epilog yang dapat kita simpulan dari artikel sederhana ini adalah, bahwa partisipasi guru dalam permberdayaan maupun pengembagan sosial dilapisan masyarakat sangat dinantikan. karena selama ini banyak diantara kita yang sepakat untuk mengatakan bahwa guru hanya sebagai perangkat yang berperan diruang kelas semata, namun setelah profesinya mengajar dilembaga-lembaga formal tanggungjawab akan hal lingkungannya dinafikan, mindset inilah yang harus segera kita cabut dalam prespektif masyarakat kita. Aggapan bahwa guru adalah sebagai inovator, motivator dan fasilitator terhadap kemajuan serta pembaharuan harus segera ditumbuhkan. Sudah waktunya guru mendapatkan status yang nyaman dikalangan masyarakat sehingga sense of confidence akan segera bersemi dibenak mereka. Hal ini tentunya juga dibarengi dengan peningkatan kualitas dari masing-masing guru, sehingga standarisasi kompetensi guru sebagai elemen yang dipercayai untuk meningkatan lapisan sosial dapat direalisasikan. Apabila hal ini dapat terpenuhi, tentunya akan berimplikasi positif pula pada perkembangan bangsa. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar