Hidayatul Mabrur
Hari ini kita merayakan peringatan hari guru Nasional. Entah agenda apa yang telah pemerintah kita siapkan guna menyemarakkan hari pahlawan tanpa jasa tersebut. Atau malah sebaliknya, beriringan dengan ini semua, kita akan menyaksikan demonstrasi dan jeritan para guru yang terhimpit akibat melambungnya daftar harga-harga sembako berkat implikasi dari kekejaman krisis ekonomi global. Dengan kata lain, hal itu sangat mungkin terjadi, lantaran nasib guru dibangsa kita ini belum menunjukkan tendensi kemakmuran layaknya bagi seseorang yang dipanggil-panggil guru.
Memang, selama ini bangsa kita mengamini bahwa guru adalah sesosok pahlawan sekaligus sebagai tulang punggung bangsa. Karena dipunggungnyalah bertengger jutaan harapan dalam melahirkan peserta didik yang berkualitas demi meneruskan estafet perjuangan bangsa. Namun sayangnya, hal ini belum berjalan dengan seimbang, antara imej kedudukannya sebagi seorang guru dan dan realita kehidupan sehariannya yang masih saja bekerja layaknya seorang babu. Sebagai salah satu contoh sebut saja Tini (30th) seorang guru swasta yang berdominasi di daerah Bantul Yogyakarta, yang masih juga menyambi menjadi tukang cuci baju sebagai tambahan income demi menambal devisit dari pendapatan rutinnya. hal ini menunjukkan betapa rendahnya posisi guru dalam starta kehidupan sosial sekaligus memperkuat alsan bahwa di negri ini, jabatan sebagai seorang guru belum bisa mengantrkan pada kesejahteraan yang utuh.
Jika kita melakukan komperatif, Hal ini tentunya akan terasa beda dengan negara-negara maju lainnya, dimana posisi guru mendapatkan posisi sosial yang tinggi atas peranan-peranannya yang penting dalam proses mencerdaskan bangsa. Hingga usaha untuk benar-benar membina dan fokus dalam merealisasikan peranannya sebagi guru, mampu terealisasikan secar untuh. Namun suasana itu belum begitu terasa dibangsa kita. Di tahun 2009, yang beriringan dengan ditingkatkannya aggaran APBN dibidang pendidikan, apakah semua itu mampu menjawab segala kegelisan para guru? mengantarkan guru pada kesejahtraan yang lebih baik, ataukah tidak? Disini peran pemrintah benar-benar menentukan dalam memperjuangkan nasib para guru. Hal ini tentunya menjadi PR dan tantangan baru bagi para pemimpin kita
Oleh karennya, sudah selayaknyalah peringatan hari guru kali ini, kita iringi dengan bersama-bersaman merhatikaan kembali nasib-nabsib guru yang belum dimerdekakan, karena diakui atau tidak, guru adalah salah satu elemen yang harus kita perhatikan nasibnya, ia merupakan indikator yang tidak dapat kita lepaskan dalam usaha mewujudkan bangsa yang berpendidikan. Babak pendidikan Ki Hajar Dewantoro menggambarkan peran guru sebagai Stake Holder atau tokoh panutan dengan ungkapan-ungkapan Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Di sini tampak jelas bahwa guru memang berperan sebagai ”aktor” dalam merealisasikan sebuah bangsa yang cerdas dan bermoral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar